Selasa, 04 Agustus 2020
Reminder: Buat Apa Sekolah?
Minggu, 24 Mei 2020
Ramadan Kali Ini dengan Kali Lalu
Ada beberapa perbedaan Ramadan yang aku jalani saat ini dengan Ramadan sebelumnya.
Tahun: jelas beda lah ya
Lokasi: tahun kemarin itu di rumah, di masjid, di kantor, di kereta, di bis, di rumah teman, di kutab, di markas startupnya Pak Iqbal. Tahun ini full di kosan, kadang keluar beli makanan dan bahan makanan sih. Eh, di kosan? Sejak kapan ngekos? Eh, nggak ding. Sempat beberapa hari opname di RS gara² trombosit di bawah 100 ribu.
Tarawih: tahun kemarin kadang habis isya, kadang habis meeting di kantor. 10 malam terakhir full di masjid sih, ikut qiyamul lail. Sekarang full di kosan. Kadang habis isya, kadang habis tidur malam. 10 malam terakhir dipecah sih, separuh habis isya, sisanya habis bangun tidur.
Buka bareng: tahun kemarin bareng keluarga, bareng temen kuliah, bareng temen kantor, bareng jamaah masjid yang lain. Alhamdulillah, tahun ini bareng istri. Eh, sejak kapan nikah? Sejak sebelum negara api menyerang, hehe.
Selasa, 04 Juni 2019
Menanam Tanaman Buat Apa?
Saat bertemu kawan lama beberapa hari yang lalu, ada satu pertanyaan yang membuatku terusik.
"Menanam (tanaman) itu buat apa?"
===
Saat ini -bisa dikatakan- manusia memasuki zaman yang belum pernah dicapai makhluk lain: zaman teknologi digital. Alat yang memudahkan kehidupan manusia bernama teknologi ini semakin lama semakin kecil dan praktis. Sebut saja penyampaian berita yang dahulu memerlukan waktu beberapa bulan untuk mengabarkan kehebohan"negara itu terkena wabah". Itupun hanya didengar oleh segelintir orang. Kini, berita heboh bisa segera diketahui banyak orang yang kita tak perlu heran dengannya. Inilah masalahnya.
Aku lupa darimana mendapatkan kalimat ini: "Dahulu informasi disimpan begitu ketat supaya penguasa tetap berkuasa. Kini informasi dialirkan begitu deras bahkan dicampur dengan informasi palsu ataupun multitafsir agar terjadi perdebatan di masyarakat sehingga masyarakat tidak sempat membahas hal yang lebih prinsip."
Begitulah teknologi. Teknologi memang menjadi alat yang memudahkan kehidupan manusia. Hanya saja teknologi belum tentu membuat manusia lebih bijak, menyadari ada sesuatu yang tidak beres di luar sana. Sebut saja soal FreeP*rt. Perusahan eksploitatif ini mengeruk jutaan (bahkan miliaran) ton tanah berisikan emas keluar ke negara lain. Apa yang didapat di negeri sendiri? Bagi hasil memang ada, tetapi jumlahnya terlampau kecil. Selain itu menyisakan perselisihan antar masyarakat dan kerusakan lingkungan. Eh, darimana tahu tambang itu membuat perselisihan antar masyarakat dan kerusakan lingkungan?
-dari internet-
Dulu berawal dari nonton film "Blood Diamond" pas SD. Tapi berhubung jam tayang Bioskop Tr*ns TV cukup malam, aku nggak bisa nonton penuh -disuruh tidur. Sewaktu SMA, alhamdulillah sekolahku punya akses internet wifi. Waktu itu aku belum punya laptop sih, tapi cukup dekat dengan orang labkom. Tinggal masuk ke labkom deh.
Buat yang belum tahu apa isi film itu, silahkan tonton sendiri (lol). Film itu menceritakan seorang jurnalis yang mencari tau lebih dalam apa yang terjadi di balik konflik berkepanjangan di salah satu negara di Afrika. Setelah menonton film itu, aku menelusuri kebenaran kisah yang ada di film itu. Hasilnya, kisah itu bisa jadi kisah fiksi, tapi informasi yang dibawa dalam cerita sangat menggambarkan kondisi perang saudara di negara-negara Afrika karena adanya kekuatan asing yang ingin mengambil sumberdaya alam berupa batu permata. Negara dibuat korupsi, masyarakat dipersenjatai untuk memberontak, negara dipersenjatai untuk melawan pemberontak. Kedua kelompok harus menyerahkan batu permata untuk ditukar dengan senjata.
Mengerikan bukan? Rasa penasaranku akan kisah tersebut tidak berhenti sampai di Afrika. Tiba-tiba terbesit, "Bagaimana dengan Indonesia?" Silahkan cari "Alkinemokiye".
===
"Menanam (tanaman) itu buat apa?"
Sayang sekali saat itu aku menjawab dengan argumen yang sangat lemah. "Aku memang suka tanaman."
Spontan ia tertawa dan membalas, "Adalah hal aneh saat ini, anak muda suka tanaman."
Balasan itu membuatku termenung sambil tersenyum miris. Beruntung ada yang mengalihkan pembicaraan sehingga saat itu seolah tak terjadi apa-apa. Namun saat itu ada kicauan kilat dalam hati. Dari percakapan singkat dan profesinya, aku tak mungkin menuduhnya macam-macam karena ia seorang yang cukup paham mendalam perkara agama. Jalan pikiran seperti apa sehingga pertanyaan dan pernyataan itu muncul?
Aku menyimpulkan bahwa ia orang yang terlampau baik. Ia membatasi dirinya untuk hanya membuka saluran informasi-informasi yang baik. Aku hanya bisa memakluminya, mungkin ia tak se-kepo diriku sehingga kami punya pandangan yang berbeda dalam memandang tanaman. Lalu, sebenarnya menanam (tanaman) itu buat apa?
===
Indonesia negara agraris. Sering dengar istilah itu kan? Waktu SD kita diberitahu guru-guru kita dengan slogan-slogan yang indah. Gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerto raharjo, subur tanpo tinandur, murah tanpo tinuku, Indonesia zamrud khatulistiwa, dan masih banyak lagi. Pernah dengar kalimat-kalimat itu kan?
Memang benar, kita adalah negri yang dianugerahi puluhan (atau ribuan?) gunung api, negri yang mendapatkan sinar matahari sepanjang tahun, atau hujan mengairi seluruh negri, yang seharusnya itu menjadikan negri kita subur. Kenyataannya? Kita impor berbagai bahan pangan! Beras, jagung, kedelai, gandum, gula, bahkan garam. Gimana ya..
Negri kita menduduki peringkat 4 dunia dalam hal jumlah penduduk. Jumlah itu akan terus bertambah. Tapi jumlah petani kita terus menurun. Wajar saja negri kita impor pangan. Eh, wajar? Kita nggak bersyukur banget ya. Dianugerahi iklim tropis, gunung api, curah hujan tinggi, eh nggak dimanfaatkan. Gimana dong..
Jadi, menanam (tanaman) itu buat apa? Bisa diterkalah jawabannya gimana.
Selasa, 28 Agustus 2018
Last Day Camp
Bismillah
Alhamdulillah, kemarin sudah hari ke 50 (atau ke 41) kemp semi konsentrasi. Terima kasih kepada 300an kawan yang tak berhasil kukenal satu per satu. Terima kasih spesial buat kawan segala usia atas lika-liku kehidupan laiknya pecel tradisional, ada segar, ada pahit, ada pedas. Ada tawa, ketegangan, dan kebijaksanaan.
Tak lupa segenap warga yang turut menyambut kami untuk menetap puluhan hari. Ramahnya terasa meresap hingga setiap gigitan makanan dan tegukan minuman yang terhidang secara acak sebelum matahari terbit atau sesudah matahari tenggelam.
Tak ada perpisahan, yang ada hanya pertemuan yang tertunda. Biarlah jarak memisahkan kita, karena jarak diperlukan untuk menciptakan kerinduan. Semoga kita tak melupakan pengalaman bersama kita untuk pengamalan sehari-hari menuju bumi Indonesia yang lebih bermartabat.
Minggu, 26 Agustus 2018
Eksis
Beberapa hari yang lalu aku membaca kisah seorang tawanan Nazi yang menceritakan kondisi orang-orang dalam kamp konsentrasi sebelum hingga sesudah penahanan.
Kamis, 12 Juli 2018
Benturan Budaya: Islam dan Jawa
Beberapa malam yang lalu aku menyempatkan diri menonton atraksi wayang kulit semalam suntuk. Enggak sepenuhnya sih, di tengah-tengah aku sempat memilih tidur karena ada inappropriate content. Wayang kulit identik dengan kebudayaan Jawa tingkat tinggi karena memang bahasa yang digunakan adalah Jawa Krama. Tidak semua orang bisa bahasa itu.
Kamis, 14 Juni 2018
Masyarakat Buta Memimpin Dunia (4)
Apabila bahan-bahan ilmiah dalam tulisan braille ini tidak mencukupi, mereka seperti orang-orang buta yang separuh buta yang mereka kagumi itu. Mereka diminta orang-orang lain membacakan untuk mereka...
Beberapa individu dari kumpulan bermata dua yang begitu rendah rasa jati dirinya dan gila akan pengakuan golongan buta dan sanggup membuktikan pengorbanan paling tinggi. Dengan bantuan sistem perobatan tercanggi dan dari pendanaan bantuan golongan buta dan separuh buta, mereka mencungkil sendiri kedua biji mata mereka. Sebagian yang lain dan kurang berani, hanya sanggup mencungkil sebiji matanya saja. Mereka ada yang bertongkat dan ada pula yang menggunakan perbutan anjing. Justru karena mereka masih berada dalam alam gelap dan separuh gelap, mereka kerap terjatuh dan tersasar, tidak seterampil guru-guru mereka yang memang telah sehati dengan kegelapan dan separuh gelap.
Seluruh golongan masyakakat buta dan separuh buta memuji keberanian mereka ini. "Inilah pahlawan-pahlawan sesungguhnya yang harus dicontoh, diberikan ruang, dan segala bantuan! Kita akan masuk ke lubang biawak mencari kebijaksanaan baru, ayo... cepat jangan ketinggalan!" Orang-orang ini telah lama dikisahkan oleh salah seorang mahaguru bermata dua yang tajam penglihatannya, sedang si buta, dengan lilin sebatang mencari mentari di siang hari...
(selesai)
Tulisan ini diambil dari Prof. Dr. Wan Mohd. Nor Wan Daud. M.A
S1 Ilmu Pengetahuan Alam
S2 Kurikulum dan Pengajaran (Universitas Illiniois Utara, AS)
Ph.D Pemikiran Islam (Universitas Chicago)
Mantan Wakil Direktur Institut Antarabangsa Pemikiran dan Tamadun Islam (ISTAC), Universitas Islam Antarabangsa Kuala Lumpur, Malaysia
-
Bismillah 星 読 (hoshu yomi) berarti melihat bintang Saat itu kami lagi duduk-duduk di pendopo utara membuat bait-bait puisi. Aku lupa pui...
-
Bismillah Sejak pengajaran keluarga besar kelas 1 SD aku tak paham. Apa itu paman, apa itu bibi. Padahal aku sudah bertanya beberapa kali,...
-
Bismillah Pertanyaan-pertanyaan itu muncul. Apa hukumnya ini? Apa hukumnya itu? Aku bukanlah ahli hukum yang bisa menjawab seluruh permasa...