Bismillah
Hampir 1 dekade yang lalu aku mengkritisi dunia sekolah yang tak punya arah. Bukan, bukannya tak punya arah, tapi arahnya tak lengkap. Betapa banyak guru² yang mencourage murid²nya untuk belajar dengan sungguh² agar nilainya bagus? Betapa banyak guru² yang mencourage murid²nya untuk belajar yang tekun agar bisa tembus di kuliah ternama? Apa kelanjutannya? Dapat posisi kerja yang nyaman yang ujungnya penghasilan yang besar. Sudah, berhenti di situ. Lalu apa yang menjadi masalah?
Aku tidak pernah mendengar dari satu guru pun yang mencourage murid²nya menjadi orang yang bermanfaat atau menjadi orang yang mampu memperbaiki lingkungannya. Paling mentok di "semoga ilmunya barakah" itu pun jarang sekali. Itulah yang kukritisi. Jika ada orang yang menmengatakan "apa masalahnya dengan mendapat penghasilan yang besar? Bukankah dengan dengan penghasilan yang lebih besar mereka bisa membantu lebih banyak?" Terkait hasil akhirnya bisa jadi seperti itu. Yang jadi masalah adalah menuju ke arah kebermanfaatan yang nyaris tidak terdengar di bangku sekolah. Apakah dengan penghasilan itu orang² dengan mudah membantu orang lain? Menyumbang proyek reforestasi hutan yang terus dirusak? Atau mendonasikannya ke pemberdayaan daerah² tertinggal? Itu masalah pertama.
Masalah kedua adalah pemborosan umur dalam sekolah. Coba kita lihat mereka yang pergi ke sekolah. Apa yang mereka lakukan? Yap, mereka belajar dari buku atau menyimak penjelasan dari guru. Itu pun untuk sekolah² favorit, itu pun cuma sebagian. Sisanya ngapain? Okelah coba kita bahas mereka yang sungguh² belajar. Coba tanyakan pada mereka yang sudah lulus 4 tahun yang lalu soal² ujian yang pernah mereka kerjakan sendiri. Apakah mereka bisa? Pasti banyak yang lupa. Itulah masalahnya. Mereka mempelajari banyak hal yang tidak semuanya diteruskan di bangku kuliah. Itu masih kuliah. Coba tanyakan lagi di medan kerja, beda lagi jawabannya. Apalagi masalah kebermanfaatan, bingung gimana cara menerapkan ilmu² yang ada di bangku sekolah ke kehidupan sehari². Lalu apa yang mereka pelajari selama ini? Bukankah itu pemborosan umur? Hal ini sempat menjadi guyonan Deddy Corbusier, "coba guru² di sekolah diminta mengerjakan soal² dari guru lain, apa bisa? Terus kenapa murid diminta bisa mengerjakan soal² dari semua guru?"
Kalau ada orang yang bilang, "orang yang sekolah tentu cara berpikirnya beda dengan orang yang tidak sekolah." Secara umum pernyataan itu benar, tapi yang perlu diluruskan adalah belajar bisa dimana saja bukan? Belajar bisa dengan siapa saja bukan? Apakah belajar harus di sekolah? Nyatanya aku sendiri bertemu dengan orang² yang tidak selesai di bangku sekolah tapi jadi orang besar. Sebut saja Bu Susi yang menjadi menteri, apakah tidak sekolah lantas beliau tidak belajar? Ada juga Pak Iskandar pemilik resto Bumi, apakah tidak lulus SD lantas beliau tidak belajar?
Orientasi sekolah (belajar) inilah yang jadi kritikku. Niatnya belajar itu buat apa? Apa belajar karena hal yang pasti nyambung dengan kehidupan sehingga bermanfaat, apa belajar biar bisa menguasai ilmu terus bingung mau dibuat apa, apa sebatas mencari nilai rapor, atau justru entah ngapain pokok ngehabisin waktu sekolah? Na'udzubillah..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar