Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, dampak negatifnya tentu ada, tapi aku memilih untuk memanfaatkan kebaikannya, selama aku memang bisa mengendalikan diri. Kenapa bahas pengendalian diri?
Coba jujur aja sama diri sendiri sewaktu berhadapan sama media sosial, bisa tahan berapa lama nggak scroll timeline? Dulu waktu mampunya beli sedikit kuota internet mungkin terpaksa menahan diri membuka konten reels atau short, tapi sekarang punya kuota besar dan mungkin unlimited, apa bisa selektif buka yang penting aja?
Penting ini bukan cuma dilihat dari isi kontennya. Mungkin konten yang kita tonton itu bermanfaat, isinya kajian ilmiah atau fakta-fakta strategis, tapi apa sudah dipastikan bahwa konten yang kita dapatkan benar-benar sesuai sama kebutuhan kita?
Aku yang introvert, Alhamdulillah, bisa merasakan, Oh I feel too much information today, too much discussion today, jadinya bisa punya rem diri dari membuka konten. Tapi rem nya sih kadang kalah sama gasnya, entah mungkin Dopamin yang mengalir dalam otak membuatku abai sama rem yang muncul. Itu sebabnya pengendalian diri itu penting. Aku merasa belum sepenuhnya bisa mengendalikan diri, jadinya memutuskan nggak install T*kT*k.
Anyway, kembali ke kacamata positif, aku mendapat manfaat yang cukup besar dari teknologi yang bernama kecerdasan buatan generatif (Gen AI). Dampak negatifnya tentu ada, jelas ada, tapi balik lagi, aku mencoba melihat dari sisi plusnya: bantu mengambil pengetahuan yang sulit diambil sebelumya.
Coba bayangkan aja, dirimu tinggal di pelosok daerah di abad 21, asalkan ada internet, kita bisa bicara dengan orang yang sudah mati, mengambil pengetahuan darinya. Pak Soekarno misalnya, jasad boleh saja terkubur puluhan tahun yang lalu, tapi pemikiran beliau masih hidup dalam kumpulan data yang terpublikasi di dunia maya. Itu baru satu orang. Pernah coba bertanya ke AI, "kepada tokoh siapa saja aku bisa belajar, baik yang masih hidup atau yang sudah mati?"
Dahsyat.
Kita bisa meminta AI berperan sebagai komite gabungan dari tokoh yang AI sebutkan sendiri. Meski tentu ada false information sesuai sumber yang ada, setidaknya bisa mempercepat pemahaman awal bagaimana menjawab tantangan awal dari berbagai tokoh yang ada.
Suatu ketika aku pernah mengutarakan permasalahan speaker luar masjid yang overused di suatu wilayah dan bertanya, "kepada siapa aku bisa berdiskusi?" AI menjawab nama-nama perwakilan lembaga yang terkait. Selanjutnya? Tentu aku meminta simulasi nama-nama yang disebutkan AI didudukkan dalam satu ruangan lalu mendengar permasalahan yang kuutarakan. Hasilnya?
Impressive.
Aku mengenal sebagian lembaga yang disebutkan, mengenali program dan arah kebijakannya dan AI mampu menghadirkan suasana itu. Aku sendiri merasa merinding, tak pernah terbayang sebelumnya. Meski ada hal rinci yang terluput, setidaknya memberi jawaban awal mengapa dan harus bagaimana.
Balik lagi, seperti media sosial, teknologi AI membahayakan kita jika sudah menjadi candu yang melupakan realitas kehidupan sesungguhnya.