Bismillah
Jumat yang lalu aku melakukan shalat Jumat di Masjid An Nur yang sekarang sudah berbeda dibanding 5 tahun yang lalu. Masjid penuh kenangan itu sekarang lebih bersih, indah, dingin, dan tempat wudhunya ada di lantai 2. Tapi bukan itu yang menarik. Menariknya adalah Jumatan kali ini dihadiri The Legend Pak Edi. Guru Agama Islam paling senior yang kami ketahui itu maju menjadi khatib Jumat. Ada salah satu nasihat menarik dari ceramah beliau. Aku ubah sedikit gaya bahasanya, intinya sama.
Sabtu, 05 Mei 2018
Senin, 30 April 2018
Obrolan Bersama Orang Rantau
Bismillah
Alhamdulillah, entah kenapa kemarin aku mau manas bolak-balik dari rumah - IBF - kampus - IBF - kampus. IBF adalah singkatan dari Islamic Book Fair, kegiatan (biasanya) tahunan Kota Surabaya untuk memperingati hari jadinya. Jelasnya, aku menjemput teman kampusku yang kutahu sudah hampir setahun belum balik ke kampungnya di Tanah Minang setelah kelulusan.
Alhamdulillah, entah kenapa kemarin aku mau manas bolak-balik dari rumah - IBF - kampus - IBF - kampus. IBF adalah singkatan dari Islamic Book Fair, kegiatan (biasanya) tahunan Kota Surabaya untuk memperingati hari jadinya. Jelasnya, aku menjemput teman kampusku yang kutahu sudah hampir setahun belum balik ke kampungnya di Tanah Minang setelah kelulusan.
Kamis, 22 Februari 2018
Kita Butuh Kopi
Bismillah
Aku masih ingat beberapa tahun yang lalu ketika kami ditanya, apa makna dibalik kata perang? Rata-rata kami menjawab bertemunya dua golongan atau lebih dalam konflik senjata. Namun beliau tidak mengiyakan atau menihilkan jawaban kami. Beliau membalas, perang adalah jalan terakhir menyelesaikan permasalahan. Siapa yang menang, dialah yang benar. Siapa yang kalah, dialah yang salah. Tentu, kalimat ini muncul dari cara berpikir sekuler yang tidak melibatkan dunia metafisik (agama). Lalu, apa makna dibalik kata perang yang tidak sekuler? Aku tak begitu yakin, mengingat qital (perang) adalah satu dari trilogi jihad, sedangkan jihad adalah puncak dari bangunan Islam. Sementara aku, masih harus banyak mempelajari pondasi dan bangunan di bawah puncaknya.
Belajar memahami untuk perdamaian dunia
Aku masih ingat beberapa tahun yang lalu ketika kami ditanya, apa makna dibalik kata perang? Rata-rata kami menjawab bertemunya dua golongan atau lebih dalam konflik senjata. Namun beliau tidak mengiyakan atau menihilkan jawaban kami. Beliau membalas, perang adalah jalan terakhir menyelesaikan permasalahan. Siapa yang menang, dialah yang benar. Siapa yang kalah, dialah yang salah. Tentu, kalimat ini muncul dari cara berpikir sekuler yang tidak melibatkan dunia metafisik (agama). Lalu, apa makna dibalik kata perang yang tidak sekuler? Aku tak begitu yakin, mengingat qital (perang) adalah satu dari trilogi jihad, sedangkan jihad adalah puncak dari bangunan Islam. Sementara aku, masih harus banyak mempelajari pondasi dan bangunan di bawah puncaknya.
---
Senin, 19 Februari 2018
Cryptocurrency: Pelajaran dari Berkumpulnya Ulama
Bismillah
Dalam dunia digital, ada istilah cyber-punk, cyber-anarchism, atau istilah yang mirip dengan kedua itu. Memang keduanya memiliki definisi yang berbeda, tetapi pada intinya istilah itu merujuk pada komunitas yang menginginkan adanya kebebasan penuh dalam mengarungi samudera digital. Mereka tidak ingin adanya pembatasan dalam bertukar data atau dalam kata lain tidak ingin adanya otoritas.
Beberapa konsep penting dalam komunitas itu adalah peer-to-peer atau disingkat menjadi p2p dan anonimitas. Konsep p2p mengharapkan setiap pengguna komputer mampu berinteraksi langsung dengan pengguna komputer lain tanpa melalui adanya pemeriksaan dari otoritas tertentu. Tentunya, anonimitas akan menambah kebebasan dalam bertukar data tersebut.
Dalam dunia digital, ada istilah cyber-punk, cyber-anarchism, atau istilah yang mirip dengan kedua itu. Memang keduanya memiliki definisi yang berbeda, tetapi pada intinya istilah itu merujuk pada komunitas yang menginginkan adanya kebebasan penuh dalam mengarungi samudera digital. Mereka tidak ingin adanya pembatasan dalam bertukar data atau dalam kata lain tidak ingin adanya otoritas.
Beberapa konsep penting dalam komunitas itu adalah peer-to-peer atau disingkat menjadi p2p dan anonimitas. Konsep p2p mengharapkan setiap pengguna komputer mampu berinteraksi langsung dengan pengguna komputer lain tanpa melalui adanya pemeriksaan dari otoritas tertentu. Tentunya, anonimitas akan menambah kebebasan dalam bertukar data tersebut.
Jumat, 16 Februari 2018
Algoritma AFK SMA
Bismillah
Pertama kali memasuki dunia programming, kami menyimak penjelasan mengenai flowchart, proses berpikir (algoritma) dalam bentuk visual. Aku masih ingat, contoh yang digunakan saat itu adalah "membuat nasi goreng". Mulai dari memanaskan wajan, menambahkan minyak goreng, menambahkan nasi, menambahkan saus, menambahkan garam, diaduk, apabila sudah berwarna merah dan terasa asin (tak hambar), selesai. Pelajaran itu sangat menginspirasiku, memudahkan algoritma, meski dalam penggunaan programmer sehari-hari tak selalu berbentuk bulkonah, alias bulat kotak panah.
Kondisi labkom di lantai dua dengan balkon sangat tepat untuk ber-melow ria memandang lapangan luas beratapkan langit dan berpagar koridor-koridor, menyimak keheningan malam akhir pekan di sekolah. Biasanya aku menginap di labkom memang, untuk menyelesaikan permasalahan programming untuk diriku yang masih supernoob. Akibatnya, di pertengahan paruh pertama tahun pertama SMA, penggunaan algortima melenceng keluar, dari AATK (always at keyboard) menjadi AFK (away from keyboard). Algoritma tak hanya kugunakan dalam pemrograman, tetapi kugunakan dalam memahami kehidupan.
Perkembangan teknologi menjauhkan manusia dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Polusi cahaya mengubah bintang-bintang di langit menjadi langit merah yang begitu mengerikan ketika mendung. Padahal bintang adalah tanda-tanda kekuasaan Allah yang begitu menarik untuk dipandang.
---
Pertama kali memasuki dunia programming, kami menyimak penjelasan mengenai flowchart, proses berpikir (algoritma) dalam bentuk visual. Aku masih ingat, contoh yang digunakan saat itu adalah "membuat nasi goreng". Mulai dari memanaskan wajan, menambahkan minyak goreng, menambahkan nasi, menambahkan saus, menambahkan garam, diaduk, apabila sudah berwarna merah dan terasa asin (tak hambar), selesai. Pelajaran itu sangat menginspirasiku, memudahkan algoritma, meski dalam penggunaan programmer sehari-hari tak selalu berbentuk bulkonah, alias bulat kotak panah.
Kondisi labkom di lantai dua dengan balkon sangat tepat untuk ber-melow ria memandang lapangan luas beratapkan langit dan berpagar koridor-koridor, menyimak keheningan malam akhir pekan di sekolah. Biasanya aku menginap di labkom memang, untuk menyelesaikan permasalahan programming untuk diriku yang masih supernoob. Akibatnya, di pertengahan paruh pertama tahun pertama SMA, penggunaan algortima melenceng keluar, dari AATK (always at keyboard) menjadi AFK (away from keyboard). Algoritma tak hanya kugunakan dalam pemrograman, tetapi kugunakan dalam memahami kehidupan.
Kamis, 08 Februari 2018
Masalah Takdier
Bismillah
Terima kasih buat salah satu temanku yang mau-maunya membuka blog ini lalu mengomentari sebagian isinya. Sebelumnya aku menuliskan kedudukan manusia di bumi. Sebagian isinya memang mengarah ke masalah takdir, tapi tujuan penulisan itu bukanlah mengarah ke sana, tetapi mengarah ke usaha-ikhtiyar. Mohon maaf sebelumnya, masalah takdir baru kutulis saat ini mengingat pembahasan takdir memang membawa masalah: minimal bingung, maksimal sesat, kata Ust. Mudzoffar. Alhamdulillah, tadi bertemu Ust. Muhammad Nur Yasin yang membahas takdir. Ada beberapa pemahaman yang baru kuterima, pemahaman yang akan memudahkan kita untuk memahami masalah takdir.
Mengenai takdir Allah ada 4 hal:
1. Allah Maha Mengetahui
2. Allah mencatat
3. Allah menghendaki
4. Allah menciptakan
Allah Maha Mengetahui, IlmuNya meliputi segala sesuatu, baik yang dzohir maupun batin, baik yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi, baik maupun yang buruk. Segala sesuatunya telah Allah catat melalui QalamNya hingga hari kiamat [1]. Pena sudah terangkat dan kering sudah kertas. Artinya Allah sudah menetapkan takdir tersebut pada lauhul mahfudz. Tidak akan mati orang yang ditakdirkan masih hidup, dan tak akan berumur panjang orang yang ditakdirkan akan segera mati. Lalu, bagaimana dengan bunuh diri?
Allah memang menghendaki segala sesuatu, hanya saja tidak segala sesuatu Allah kehendaki secara syar'iyah. Ada hal-hal yang Allah kehendaki secara kauniyah. Seseorang mati bunuh diri itu karena kehendak Allah secara kauniyah, secara kausalitas, secara sebab akibat. Namun, Allah tidak menghendaki perbuatan tersebut secara syar'iyah. Lalu, apakah Allah bersalah telah menghendaki keburukan pada seorang hamba? Tentu tidak. Allah tidak menghendaki seseorang untuk meninggal dengan cara yang tidak syar'i. Untuk memudahkan pemahaman, ibarat orang yang membunuh orang lain dengan pisau yang dibuat oleh seorang pandai besi. Apakah pandai besi dihukum karena membuat pisau? Tidak, karena pandai besi tidak membuat pisau untuk membunuh manusia, tetapi untuk menyembelih hewan.
Masalah takdir, kita tentu memahami bahwa takdir itu sudah ditetapkan di awal. Apakah takdir bisa berubah? Apabila seseorang mengatakan bahwa takdir bisa berubah, maka ia menuduh Allah salah karena Allah tidak mengetahui apa yang akan terjadi, na'udzubillah dari pemikiran tersebut. Lalu, bagaimana dengan perintah Allah untuk berdoa dengan hadits "tidak ada yang bisa mengubah takdir kecuali doa [2]" atau "apabila kalian ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaknya ia menyambung tali silaturahmi [3]"? Ust. Yasin menjelaskan, ada takdir yang dikaitkan dengan ikhtiar. Takdir-takdir yang tidak berkaitan dengan dosa dan pahala, sebagian berkaitan dengan ikhtiar, seperti umur dan rizki. Sementara takdir-takdir yang berkaitan dengan dosa dan pahala, berkaitan dengan ikhtiar. Semuanya memang sudah tertulis, tetapi pilihan-pilihan itu tetap ada untuk manusia. Sebagian ulama berpendapat, takdir yang berubah maksudnya adalah pengetahuan yang ada pada Malaikat, bukan pada lauhul mahfudz. Allahu a'lam.
Apabila takdir-takdir yang berkaitan dengan dosa dan pahala memiliki kaitan dengan ikhtiar seseorang, lalu bagaimana dengan hadits yang menyebutkan adanya seorang hamba yang melakukan amalan ahli surga hingga antara dirinya dan surga tinggal sejengkal (dan sebaliknya) [4]? Hadits tersebut seolah-olah mengabarkan kepada kita bahwa Allah memaksakan kehendakNya pada urusan dosa dan pahala. Jika memang demikian, maka Allah telah berbuat dhalim kepada manusia [5]. Na'udzubillah dari pemikiran tersebut. Padahal Allah telah menjelaskan dalam salah satu hadits qudsi, "Sesungguhnya Aku haramkan pada diriKu untuk berbuat dhalim, maka Aku jadikan haram pula berbuat dhalim di antara kalian." Allah tidak mungkin dhalim. Maksud hadits tersebut adalah dalam pandangan manusia, seseorang melakukan amalan ahli surga, tetapi Allah Mahatahu dan Mahaadil, apakah dia melakukan amalan itu ikhlas karena Allah atau karena yang lain.
Sekiranya masih bingung, sebaiknya tanyakan masalah takdir ini pada ustad yang lebih mumpuni, karena sekali lagi membahas takdir itu minimal bingung, maksimal sesat. Padahal takdir adalah salah satu rukun Islam yang apabila kita mengingkarinya, maka bersiaplah tidak menjadi umat Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam.
[1] HR. Abu Dawud
[2] HR. Tirmidzi
[3] Muttafaq 'alaih
[4] HR. Bukhari dan Muslim
[5] HR. Muslim
Terima kasih buat salah satu temanku yang mau-maunya membuka blog ini lalu mengomentari sebagian isinya. Sebelumnya aku menuliskan kedudukan manusia di bumi. Sebagian isinya memang mengarah ke masalah takdir, tapi tujuan penulisan itu bukanlah mengarah ke sana, tetapi mengarah ke usaha-ikhtiyar. Mohon maaf sebelumnya, masalah takdir baru kutulis saat ini mengingat pembahasan takdir memang membawa masalah: minimal bingung, maksimal sesat, kata Ust. Mudzoffar. Alhamdulillah, tadi bertemu Ust. Muhammad Nur Yasin yang membahas takdir. Ada beberapa pemahaman yang baru kuterima, pemahaman yang akan memudahkan kita untuk memahami masalah takdir.
Mengenai takdir Allah ada 4 hal:
1. Allah Maha Mengetahui
2. Allah mencatat
3. Allah menghendaki
4. Allah menciptakan
Allah Maha Mengetahui, IlmuNya meliputi segala sesuatu, baik yang dzohir maupun batin, baik yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi, baik maupun yang buruk. Segala sesuatunya telah Allah catat melalui QalamNya hingga hari kiamat [1]. Pena sudah terangkat dan kering sudah kertas. Artinya Allah sudah menetapkan takdir tersebut pada lauhul mahfudz. Tidak akan mati orang yang ditakdirkan masih hidup, dan tak akan berumur panjang orang yang ditakdirkan akan segera mati. Lalu, bagaimana dengan bunuh diri?
Allah memang menghendaki segala sesuatu, hanya saja tidak segala sesuatu Allah kehendaki secara syar'iyah. Ada hal-hal yang Allah kehendaki secara kauniyah. Seseorang mati bunuh diri itu karena kehendak Allah secara kauniyah, secara kausalitas, secara sebab akibat. Namun, Allah tidak menghendaki perbuatan tersebut secara syar'iyah. Lalu, apakah Allah bersalah telah menghendaki keburukan pada seorang hamba? Tentu tidak. Allah tidak menghendaki seseorang untuk meninggal dengan cara yang tidak syar'i. Untuk memudahkan pemahaman, ibarat orang yang membunuh orang lain dengan pisau yang dibuat oleh seorang pandai besi. Apakah pandai besi dihukum karena membuat pisau? Tidak, karena pandai besi tidak membuat pisau untuk membunuh manusia, tetapi untuk menyembelih hewan.
Masalah takdir, kita tentu memahami bahwa takdir itu sudah ditetapkan di awal. Apakah takdir bisa berubah? Apabila seseorang mengatakan bahwa takdir bisa berubah, maka ia menuduh Allah salah karena Allah tidak mengetahui apa yang akan terjadi, na'udzubillah dari pemikiran tersebut. Lalu, bagaimana dengan perintah Allah untuk berdoa dengan hadits "tidak ada yang bisa mengubah takdir kecuali doa [2]" atau "apabila kalian ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaknya ia menyambung tali silaturahmi [3]"? Ust. Yasin menjelaskan, ada takdir yang dikaitkan dengan ikhtiar. Takdir-takdir yang tidak berkaitan dengan dosa dan pahala, sebagian berkaitan dengan ikhtiar, seperti umur dan rizki. Sementara takdir-takdir yang berkaitan dengan dosa dan pahala, berkaitan dengan ikhtiar. Semuanya memang sudah tertulis, tetapi pilihan-pilihan itu tetap ada untuk manusia. Sebagian ulama berpendapat, takdir yang berubah maksudnya adalah pengetahuan yang ada pada Malaikat, bukan pada lauhul mahfudz. Allahu a'lam.
Apabila takdir-takdir yang berkaitan dengan dosa dan pahala memiliki kaitan dengan ikhtiar seseorang, lalu bagaimana dengan hadits yang menyebutkan adanya seorang hamba yang melakukan amalan ahli surga hingga antara dirinya dan surga tinggal sejengkal (dan sebaliknya) [4]? Hadits tersebut seolah-olah mengabarkan kepada kita bahwa Allah memaksakan kehendakNya pada urusan dosa dan pahala. Jika memang demikian, maka Allah telah berbuat dhalim kepada manusia [5]. Na'udzubillah dari pemikiran tersebut. Padahal Allah telah menjelaskan dalam salah satu hadits qudsi, "Sesungguhnya Aku haramkan pada diriKu untuk berbuat dhalim, maka Aku jadikan haram pula berbuat dhalim di antara kalian." Allah tidak mungkin dhalim. Maksud hadits tersebut adalah dalam pandangan manusia, seseorang melakukan amalan ahli surga, tetapi Allah Mahatahu dan Mahaadil, apakah dia melakukan amalan itu ikhlas karena Allah atau karena yang lain.
Sekiranya masih bingung, sebaiknya tanyakan masalah takdir ini pada ustad yang lebih mumpuni, karena sekali lagi membahas takdir itu minimal bingung, maksimal sesat. Padahal takdir adalah salah satu rukun Islam yang apabila kita mengingkarinya, maka bersiaplah tidak menjadi umat Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam.
[1] HR. Abu Dawud
[2] HR. Tirmidzi
[3] Muttafaq 'alaih
[4] HR. Bukhari dan Muslim
[5] HR. Muslim
Senin, 09 Oktober 2017
Malu Satu Halaman
Bismillah
Al Quran, mukjizat terhebat sepanjang masa, yang masih eksis hingga 14 abad, dibandingkan dengan mukjizat-mukjizat fenomenal lain. Membelah lautan misalnya, mukjizat Nabi Musa untuk zaman ini akan menjadi berita heboh yang viral di dunia maya. Bayangkan saja, ada seribuan orang dikejar pemerintah, lalu pemimpin "pemberontak" membelah lautan hingga seakan-akan ada dua gunung bersebelahan. Para "pemberontak" berhasil menyeberang, sementara pemerintah tenggelam di antara dua gunung air yang menutup kembali. Atau mungkin berita heboh manusia kebal api, dibakar hidup-hidup dalam api raksasa tanpa ada pakaian anti panas pakaian canggih lainnya.
Semua mukjizat fenomenal tersebut hanya akan eksis pada generasi itu saja, selanjutnya akan menjadi cerita yang diwariskan turun-temurun, tak dapat disaksikan secara langsung hingga berubah menjadi dongeng. Berbeda dengan Al Quran. Mukjizat itu masih utuh, masih bisa disaksikan, masih bisa ditantang kebenarannya. Bahkan Al Quran itu sendiri menantang siapapun untuk menandingi kehebatan mukjizat terhebat sepanjang masa.
Alhamdulillah, aku mengenal kawan yang sedang dalam proses menghafal Al Quran seutuhnya. Dia tidak berada di luar negeri, atau di luar kota, kami sering bertemu di sebuah masjid untuk bersujud pada kiblat yang sama. Aku pun memberanikan diri untuk menyetorkan hafalan. Hari ini, kami pun duduk berdekatan, memegang gadget masing-masing dengan aplikasi Al Quran.
"A'udzubillahi min asysyaithani rrajim... dst."
"Lho, sudah? Tiap hari antum hafalan berapa lembar?"
Blarr, pertanyaan itu seakan menampar pipiku dengan kursi lipat. Aku menjawab ala kadarnya sesuai jumlah yang kutambahkan hari itu: 2 ayat.
"Kapan waktu yang antum gunakan buat hafalan"
Blarr, pertanyaan barusan seakan menampar pipiku kedua kalinya dengan kursi lipat. Pertama dari sebelah kiri, kedua dari sebelah kanan. Aku benar-benar malu. Memang, dibandingkan dengan waktu yang ada, aku tidak menggunakannya untuk menghafal kecuali sedikit. Itu pun tidak tiap hari. Jika keinginan hadir, hafalan bertambah, jika tidak, hanya sebatas mengulang.
"Antum coba tiap habis subuh hafalan satu lembar. Itu waktu yang enak menurut ana. Habis duhur diulang, habis asar diulang, habis magrib diulang, habis isya juga. Insya Allah mudah."
Mendengar saran itu, aku mengangguk-angguk sambil tersenyum malu. Satu halaman perhari mungkin bukanlah perkara ringan. Namun satu halaman seharusnya cukup membuatku malu, betapa lalainya aku terhadap kitabku, perkataan mulia dari Yang Maha Mulia, diturunkan kepada Nabi termulia melalui malaikat paling mulia. Apakah aku bagian dari umat yang mulia?
Al Quran, mukjizat terhebat sepanjang masa, yang masih eksis hingga 14 abad, dibandingkan dengan mukjizat-mukjizat fenomenal lain. Membelah lautan misalnya, mukjizat Nabi Musa untuk zaman ini akan menjadi berita heboh yang viral di dunia maya. Bayangkan saja, ada seribuan orang dikejar pemerintah, lalu pemimpin "pemberontak" membelah lautan hingga seakan-akan ada dua gunung bersebelahan. Para "pemberontak" berhasil menyeberang, sementara pemerintah tenggelam di antara dua gunung air yang menutup kembali. Atau mungkin berita heboh manusia kebal api, dibakar hidup-hidup dalam api raksasa tanpa ada pakaian anti panas pakaian canggih lainnya.
Semua mukjizat fenomenal tersebut hanya akan eksis pada generasi itu saja, selanjutnya akan menjadi cerita yang diwariskan turun-temurun, tak dapat disaksikan secara langsung hingga berubah menjadi dongeng. Berbeda dengan Al Quran. Mukjizat itu masih utuh, masih bisa disaksikan, masih bisa ditantang kebenarannya. Bahkan Al Quran itu sendiri menantang siapapun untuk menandingi kehebatan mukjizat terhebat sepanjang masa.
Alhamdulillah, aku mengenal kawan yang sedang dalam proses menghafal Al Quran seutuhnya. Dia tidak berada di luar negeri, atau di luar kota, kami sering bertemu di sebuah masjid untuk bersujud pada kiblat yang sama. Aku pun memberanikan diri untuk menyetorkan hafalan. Hari ini, kami pun duduk berdekatan, memegang gadget masing-masing dengan aplikasi Al Quran.
"A'udzubillahi min asysyaithani rrajim... dst."
"Lho, sudah? Tiap hari antum hafalan berapa lembar?"
Blarr, pertanyaan itu seakan menampar pipiku dengan kursi lipat. Aku menjawab ala kadarnya sesuai jumlah yang kutambahkan hari itu: 2 ayat.
"Kapan waktu yang antum gunakan buat hafalan"
Blarr, pertanyaan barusan seakan menampar pipiku kedua kalinya dengan kursi lipat. Pertama dari sebelah kiri, kedua dari sebelah kanan. Aku benar-benar malu. Memang, dibandingkan dengan waktu yang ada, aku tidak menggunakannya untuk menghafal kecuali sedikit. Itu pun tidak tiap hari. Jika keinginan hadir, hafalan bertambah, jika tidak, hanya sebatas mengulang.
"Antum coba tiap habis subuh hafalan satu lembar. Itu waktu yang enak menurut ana. Habis duhur diulang, habis asar diulang, habis magrib diulang, habis isya juga. Insya Allah mudah."
Mendengar saran itu, aku mengangguk-angguk sambil tersenyum malu. Satu halaman perhari mungkin bukanlah perkara ringan. Namun satu halaman seharusnya cukup membuatku malu, betapa lalainya aku terhadap kitabku, perkataan mulia dari Yang Maha Mulia, diturunkan kepada Nabi termulia melalui malaikat paling mulia. Apakah aku bagian dari umat yang mulia?
Langganan:
Postingan (Atom)
-
Bismillah 星 読 (hoshu yomi) berarti melihat bintang Saat itu kami lagi duduk-duduk di pendopo utara membuat bait-bait puisi. Aku lupa pui...
-
Bismillah Sejak pengajaran keluarga besar kelas 1 SD aku tak paham. Apa itu paman, apa itu bibi. Padahal aku sudah bertanya beberapa kali,...
-
Bismillah Pertanyaan-pertanyaan itu muncul. Apa hukumnya ini? Apa hukumnya itu? Aku bukanlah ahli hukum yang bisa menjawab seluruh permasa...