Kamis, 20 Agustus 2020

Menikmati Ketidaknormalan Air

Bismillah 

Tafakkur ayat laut (QS An Nahl: 14)

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَهُوَ الَّذِيْ سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوْا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا وَّتَسْتَخْرِجُوْا مِنْهُ حِلْيَةً تَلْبَسُوْنَهَاۚ وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيْهِ وَلِتَبْتَغُوْا مِنْ فَضْلِهٖ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ 

"Dan Dialah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daging yang segar (ikan) darinya, dan (dari lautan itu) kamu mengeluarkan perhiasan yang kamu pakai. Kamu (juga) melihat perahu berlayar padanya, dan agar kamu mencari sebagian karunia-Nya, dan agar kamu bersyukur."
QS. An-Nahl[16]:14

 

Allah menundukkan lautan kepada kita agar kita bisa makan ikan, menemukan perhiasan, perahu bisa berlayar, dan mencari karunia Allah yang lain supaya kita bersyukur.

Apa hikmah dari lautan yang ditundukkan Allah? Apa maksud Allah menundukkan lautan?

Kita sama² tahu, lautan terbentuk dari air yang bercampur dengan mineral² bumi sehingga terasa asin. Air ini memiliki sifat yang unik, sifat yang tidak dijumpai zat lain, bahkan 'menentang' sifat umum yang ada pada makhlukNya. Sifat unik apa itu?

Coba kita mengingat kembali pelajaran di bangku sekolah, saat SMP atau bahkan SD. Masih ingat dengan pemuaian dan penyusutan, kan?

Benda akan memuai apabila dipanaskan. Sebaliknya, benda akan menyusut apabila didinginkan. Contohnya itulah alasannya mengapa harus ada ruang kosong pada sambungan antar rel kereta, sambungan antar jembatan, dan sambungan antara kaca dengan kusennya (frame).

Apabila tidak ada ruang kosong pada sambungan antar rel kereta, ketika kereta melintas dengan cepat, rel kereta tidak mempunyai ruang untuk memuai. Jadilah rel kereta itu bengkok sehingga kedepannya akan membahayakan perjalanan kereta.

Apabila tidak ada ruang kosong pada sambungan antar jembatan, ketika jembatan terpapat teriknya matahari dan panasnya mesin kendaraan yang melintas diatasnya, jembatan tidak mempunyai ruang untuk memuai. Jadilah jembatan itu rawan rusak dan membahayakan kendaraan yang melintas di atasnya.

Apabila tidak ada ruang kosong pada sambungan antara kaca dengan kusen, ketika suhu udara begitu panas, kaca tidak punya ruang yang cukup untuk memuai. Jadilah kaca itu rawan pecah.

Itulah sifat umum benda yang akan memuai apabila dipanaskan dan menyusut apabila didinginkan. 

Menariknya, ternyata air memiliki sifat yang tidak normal. Memang, air akan memuai ketika dipanaskan seperti yang biasa kita lihat pada air mendidih. Air juga akan menyusut apabila didinginkan hingga titik tertentu. Tunggu, mengapa hingga titik tertentu? Apakah pada titik tertentu air tidak menyusut apabila didinginkan terus menerus? Ya! Awalnya air akan menyusut ketia didinginkan. Namun ketika air memasuki fase beku menjadi es, air justru memuai, volumenya makin bertambah. Lho, kok bisa?

Contoh nyata yang bisa kita lihat untuk membuktikan ini adalah memasukkan air gelas kemasan ke dalam freezer. Ketika air gelas kemasan itu membeku, apa yang bisa kita amati? Ya, benar! Air gelas kemasan itu menggembung. Mengapa itu bisa terjadi?

Wallahu a'lam, itulah yang disebut anomali air atau ketidaknormalan air. Dia berbeda dengan sifat benda pada umumnya bahkan menentangnya.

Inilah, Allahu a'lam, Allah menyebutkan kata 'menundukkan lautan', Allah membuat sifat air berbeda dengan keumuman sifat zat lainnya. Pertanyaannya, apa hikmah Allah menjadikan air memiliki sifat yang berbeda? Mari kita mengingat kembali pelajaran lain ang pernah kita terima di bangku sekolah saat SMP atau bahkan SD, yaitu kepadatan atau densitas atau massa jenis.

Massa jenis merupakan hasil bagi antara massa dengan volume. Semakin padat suatu benda, semakin besar massa jenisnya. Contohnya adalah massa jenis besi jauh lebih besar daripada massa jenis kayu. Bisa kita bayangkan segenggam besi terasa jauh lebih berat dibandingkan dengan segenggam kayu. Volume bendanya sama, sama² 1 genggaman tetapi massanya berbeda karena besi jauh lebih padat dibandingkan kayu.

Coba kita hubungkan dengan konsep penyusutan dan pemuaian benda sebelumnya. Apabila benda didinginkan, maka secara umum benda akan menyusut yang berarti volumenya berkurang yang berarti kepadatannya bertambah. Sebaliknya apabila benda dipanaskan, maka secara umum benda akan memuai yang berarti volumenya bertambad yang berarti kepadatannya berkurang.

Contoh dari penerapan konsep ini adalah balon udara. Balon udara apabila dipanaskan, udara dalam balon akan memuai sehingga balon udara mampu melayang karena kepadatannya lebih ringan dari udara sekitarnya. Ini mirip dengan kayu yang dicelupkan dalam air. Kayu itu akan mengapung di air karena kepadatannya lebih ringan daripada air. Sebaliknya, apabila balon udara didingakan, maka udara dalam balon akan menyusut sehingga balon udara kembali turun karena kepadatannya lebih berat dari udara sekitarnya. Ini mirip dengan besi yang dicelupkan di air. Besi itu akan tenggelam.

Inilah keistimewaan sifat air. Air ketika didinginkan hingga menjadi es, dia justru memuai sehingga mengapung di air karena kepadatannya lebih ringan daripada air. Apa istimewanya dengan es yang mengapung di air?

Coba bayangkan apabila Allah tidak menundukkan lautan, tidak menundukkan air ini, sifat air menjadi normal seperti yang lain. Ketika lautan didinginkan dan terus menyusut, air laut yang berubah menjadi es akan semakin padat dan terus semakin padat sehingga es akan tenggelam di lautan. Ketika es tenggelam di lautan, lingkungan air laut di sekitar es akan semakin dingin dan semakin dingin sehingga membekukan air laut di sekitarnya bahkan hingga bisa membekukan seluruh lautan! Ketika seluruh lautan sudah menjadi membeku seperti itu, bagaimana ikan bisa hidup? Bagaimana bisa mengeluarkan perhiasan di lautan kecuali dengan susah payah? Bagaimana bisa perahu berlayar? Bagaimana bisa terjadi awan karena uap air muncul dari bentuk cair, bukan bentuk es. Jika tidak ada awan, maka tidak ada hujan. Dunia seluruhnya akan membeku!

MasyaAllah, begitu rincinya Allah menciptakan makhluknya. Betapa Maha Penyayangnya Allah menundukkan lautan, memberikan sifat anomali pada air sehingga kita bisa menikmati ikan yang segar, mencari perhiasan di dalamnya, berlayar dimatasnya, dan menikmati karunia Allah lainnya yang begitu besar, agar kita bersyukur.

Sudahkah kita mensyukuri nikmat anomali air hari ini?

Selasa, 04 Agustus 2020

Reminder: Buat Apa Sekolah?

Bismillah

Baru kali ini terasa punya urgensi untuk menulis di blog. Kadang ada kata² yang ingin kita sampaikan pada keluarga, pada teman, atau rekan kerja tidak kesampaian karena suatu hal, biarkan tulisan ini dibaca oleh dunia..

Hampir 1 dekade yang lalu aku mengkritisi dunia sekolah yang tak punya arah. Bukan, bukannya tak punya arah, tapi arahnya tak lengkap. Betapa banyak guru² yang mencourage murid²nya untuk belajar dengan sungguh² agar nilainya bagus? Betapa banyak guru² yang mencourage murid²nya untuk belajar yang tekun agar bisa tembus di kuliah ternama? Apa kelanjutannya? Dapat posisi kerja yang nyaman yang ujungnya penghasilan yang besar. Sudah, berhenti di situ. Lalu apa yang menjadi masalah?

Aku tidak pernah mendengar dari satu guru pun yang mencourage murid²nya menjadi orang yang bermanfaat atau menjadi orang yang mampu memperbaiki lingkungannya. Paling mentok di "semoga ilmunya barakah" itu pun jarang sekali. Itulah yang kukritisi. Jika ada orang yang menmengatakan "apa masalahnya dengan mendapat penghasilan yang besar? Bukankah dengan dengan penghasilan yang lebih besar mereka bisa membantu lebih banyak?" Terkait hasil akhirnya bisa jadi seperti itu. Yang jadi masalah adalah menuju ke arah kebermanfaatan yang nyaris tidak terdengar di bangku sekolah. Apakah dengan penghasilan itu orang² dengan mudah membantu orang lain? Menyumbang proyek reforestasi hutan yang terus dirusak? Atau mendonasikannya ke pemberdayaan daerah² tertinggal? Itu masalah pertama.

Masalah kedua adalah pemborosan umur dalam sekolah. Coba kita lihat mereka yang pergi ke sekolah. Apa yang mereka lakukan? Yap, mereka belajar dari buku atau menyimak penjelasan dari guru. Itu pun untuk sekolah² favorit, itu pun cuma sebagian. Sisanya ngapain? Okelah coba kita bahas mereka yang sungguh² belajar. Coba tanyakan pada mereka yang sudah lulus 4 tahun yang lalu soal² ujian yang pernah mereka kerjakan sendiri. Apakah mereka bisa? Pasti banyak yang lupa. Itulah masalahnya. Mereka mempelajari banyak hal yang tidak semuanya diteruskan di bangku kuliah. Itu masih kuliah. Coba tanyakan lagi di medan kerja, beda lagi jawabannya. Apalagi masalah kebermanfaatan, bingung gimana cara menerapkan ilmu² yang ada di bangku sekolah ke kehidupan sehari². Lalu apa yang mereka pelajari selama ini? Bukankah itu pemborosan umur? Hal ini sempat menjadi guyonan Deddy Corbusier, "coba guru² di sekolah diminta mengerjakan soal² dari guru lain, apa bisa? Terus kenapa murid diminta bisa mengerjakan soal² dari semua guru?"

Kalau ada orang yang bilang, "orang yang sekolah tentu cara berpikirnya beda dengan orang yang tidak sekolah." Secara umum pernyataan itu benar, tapi yang perlu diluruskan adalah belajar bisa dimana saja bukan? Belajar bisa dengan siapa saja bukan? Apakah belajar harus di sekolah? Nyatanya aku sendiri bertemu dengan orang² yang tidak selesai di bangku sekolah tapi jadi orang besar. Sebut saja Bu Susi yang menjadi menteri, apakah tidak sekolah lantas beliau tidak belajar? Ada juga Pak Iskandar pemilik resto Bumi, apakah tidak lulus SD lantas beliau tidak belajar?

Orientasi sekolah (belajar) inilah yang jadi kritikku. Niatnya belajar itu buat apa? Apa belajar karena hal yang pasti nyambung dengan kehidupan sehingga bermanfaat, apa belajar biar bisa menguasai ilmu terus bingung mau dibuat apa, apa sebatas mencari nilai rapor, atau justru entah ngapain pokok ngehabisin waktu sekolah? Na'udzubillah..