Senin, 19 Februari 2018

Cryptocurrency: Pelajaran dari Berkumpulnya Ulama

Bismillah

Dalam dunia digital, ada istilah cyber-punk, cyber-anarchism, atau istilah yang mirip dengan kedua itu. Memang keduanya memiliki definisi yang berbeda, tetapi pada intinya istilah itu merujuk pada komunitas yang menginginkan adanya kebebasan penuh dalam mengarungi samudera digital. Mereka tidak ingin adanya pembatasan dalam bertukar data atau dalam kata lain tidak ingin adanya otoritas.
Beberapa konsep penting dalam komunitas itu adalah peer-to-peer atau disingkat menjadi p2p dan anonimitas. Konsep p2p mengharapkan setiap pengguna komputer mampu berinteraksi langsung dengan pengguna komputer lain tanpa melalui adanya pemeriksaan dari otoritas tertentu. Tentunya, anonimitas akan menambah kebebasan dalam bertukar data tersebut.





Contoh penggunaan dari konsep tersebut adalah torrent. Torrent memungkinkan pengguna untuk berbagi atau mengunggah data dari perangkat pengguna. Storage dari torrent tidak terkumpul pada server tertentu, melainkan pada perangkat pengguna lain yang mau berbagi data. Berbeda dengan G**gle D*ive atau Dr*pb*x yang memerlukan storage perusahaan. Salah satu dosenku pernah mengatakan, apabila perusahaan itu gulung tikar, maka hilanglah data yang kita butuhkan. Sementara pada torrent, data yang kita butuhkan akan hilang apabila tidak ada yang mau berbagi data.

Dunia digital terus berkembang. Data sharing sudah menemukan p2p-nya. Salah satu hal yang menurutku perkembangan menakjubkan dari p2p adalah munculnya cryptocurrency. Cryptocurrency, dalam Bahasa Indonesia disebut mata uang digital, sebenarnya sudah dibahas sejak tahun 90an, hanya saja pembahasan itu menjadi nyata di tahun 2008 ketika pengguna internet yang mengaku bernama Satoshi Nakamoto mengumumkan adanya mata uang digital bernama Bitcoin. Bitcoin ini memungkinkan seseorang bertransaksi uang dengan pengguna lain tanpa melalui bank dan juga secara anonim. Pengguna yang ingin menerima uang digital cukup memberikan alamat wallet-nya, lalu penerima menerima sejumlah uang digital tanpa tahu siapa yang mengirim. Contoh dari alamat wallet adalah 3HcEB6bi4TFPdvk31Pwz77DwAzfAZz2fMn. Menarik bukan?

Trivia: Aku mencoba menghitung keamanan uang digital ini dari pencurian. Hasilnya, perlu 2 septilion tahun atau 2 dengan 24 angka nol dibelakangnya untuk mencuri satu wallet saja!

Seorang Muslim bisa saja mengikuti cyber-anarchism, tidak menginginkan adanya otoritas dalam kehidupan digital mereka. Namun, seorang Muslim tidak mungkin terlepas dari Allah, malikun naas, Rajanya manusia. Allah lah pemegang otoritas atas manusia. Adanya halal dan haram merupakan salah satu otoritasNya Yang Maha Bijaksana. Mengenai cryptocurrency, sebagian Muslim penggandrung dunia digital bertanya-tanya akan hal ini. Sebagian bertanya pada ahli ekonomi Islam kontemporer, baik nasional maupun internasional. Banyak kutemukan jawaban-jawaban beliau berupa, "menurut saya ini haram" dengan beberapa penjelasan. Namun, aku merasa belum puas dengan jawaban-jawaban beliau, karena beliau mengemukakan penjelasan hanya di permukaan saja, tidak membedah dari seluk beluk cryptocurrency. Tentu, aku tidak menyalahkan para ulama yang menjawab permasalahan cryptocurrency kepada masyarakat. Siapalah diriku yang tidak mempelajari ekonomi Islam hingga bertahun-tahun seperti beliau-beliau. Hanya saja, aku merasa belum puas dengan jawaban beliau-beliau yang diawali dengan perkataan "menurut saya" atau semisalnya atau juga sebatas mengikuti ulama-ulama lain seperti "menurut ulama fulan".

Alhamdulillah, beberapa saat yang lalu aku mendapatkan kajian mengenai DSN MUI. DSN MUI adalah singkatan dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Aku lupa bahwa MUI memiliki DSN, sekelompok akademisi di bidang syariah yang membahas permasalahan fiqh di Indonesia. Kajian yang kudapatkan memang tidak membahas khusus mengenai cryptocurrency, tetapi hal yang lebih familiar di Indonesia, yaitu e-money seperti gopay, flazz, atau kartu Ind*maret (lupa namanya). Aku merasa mendapatkan banyak pencerahan dari kajian itu. Pembahasan begitu luas dan mendalam. Inilah jawaban mengenai cryptocurrency dari Ust. Oni Sahroni, anggota DSN MUI yang telah mengkaji cryptocurrency bersama tim selama sekitar 8 bulan: "menunggu kajian mengenai dampak cryptocurrency terhadap perekonomian makro".

Akhirnya, aku teringat dengan perkataan Dr. Hamid Fahmy Zarkasy yang kurang lebih "Dahulu, seseorang bisa menguasai suatu bidang ilmu hingga memiliki otoritas dalam keilmuan tersebut. Namun sekarang sulit untuk mencari seseorang itu. Oleh karena itu kita berkumpul para intelektual dan para ulama untuk membahas suatu permasalahan."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar