Perkembangan teknologi menjauhkan manusia dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Polusi cahaya mengubah bintang-bintang di langit menjadi langit merah yang begitu mengerikan ketika mendung. Padahal bintang adalah tanda-tanda kekuasaan Allah yang begitu menarik untuk dipandang.
---
Pertama kali memasuki dunia programming, kami menyimak penjelasan mengenai flowchart, proses berpikir (algoritma) dalam bentuk visual. Aku masih ingat, contoh yang digunakan saat itu adalah "membuat nasi goreng". Mulai dari memanaskan wajan, menambahkan minyak goreng, menambahkan nasi, menambahkan saus, menambahkan garam, diaduk, apabila sudah berwarna merah dan terasa asin (tak hambar), selesai. Pelajaran itu sangat menginspirasiku, memudahkan algoritma, meski dalam penggunaan programmer sehari-hari tak selalu berbentuk bulkonah, alias bulat kotak panah.
Kondisi labkom di lantai dua dengan balkon sangat tepat untuk ber-melow ria memandang lapangan luas beratapkan langit dan berpagar koridor-koridor, menyimak keheningan malam akhir pekan di sekolah. Biasanya aku menginap di labkom memang, untuk menyelesaikan permasalahan programming untuk diriku yang masih supernoob. Akibatnya, di pertengahan paruh pertama tahun pertama SMA, penggunaan algortima melenceng keluar, dari AATK (always at keyboard) menjadi AFK (away from keyboard). Algoritma tak hanya kugunakan dalam pemrograman, tetapi kugunakan dalam memahami kehidupan.
Istilah-istilah dalam algoritma yang kupelajari saat itu ada banyak, seperti selain operasi matematika dasar seperti tambah, kurang, kali, bagi, ada juga non matematika dasar seperti I/O dan if-else. Algoritma yang kugunakan di saat-saat AFK saat itu menghasilkan beberapa kesimpulan.
1. Hidup tak sesulit dunia programming yang harus mengelola sesuatu dengan aturan-aturan ketat. Akhirnya, aku begitu santai menjalani hari-hari. Kesimpulan ini kurevisi beberapa tahun kemudian.
2. Perusak proses pembelajaran di kelas adalah game. Game menawarkan kesenangan yang begitu interaktif, sementara guru hanya menerangkan dengan cara yang biasa. Di Smala murid bisa saja menyimak guru, tetapi bagaimana dengan sekolah lain? Akhirnya, aku menghapus games yang ada pada laptop dan berhenti dari game developer.
3. Memori manusia ibarat library dalam programming. Semakin banyak informasi atau keahlian yang masuk, semakin mudah seseorang menyelesaikan permasalahan. Akhirnya aku mencoba menguasai beberapa keahlian dalam satu waktu. Kesimpulan ini kurevisi beberapa tahun kemudian.
Di paruh kedua tahun pertama SMA, algoritma saat AFK yang kugunakan menghasilkan kesimpulan yang lebih mengerikan.
1. Ketika Senyuman, aku melihat masyarakat dari dekat, begitu kontras dengan kehidupan Smala. Kondisi masyarakat seperti apa, sementara kehidupan di sekolah begitu mementingkan belajar untuk nilai bagus, nilai bagus untuk pekerjaan bagus, pekerjaan bagus untuk pendapatan bagus, pendapatan bagus untuk kehidupan yang lebih baik, titik. Hampir tak disinggung sama sekali kepedulian untuk mengubah masyarakat (kecuali untuk mbak mas yang begitu ngeri). Pada kenyataannya di Smala, begitu familiar melihat siswa yang sibuk dengan gadgetnya baik ketika pelajaran berlangsung maupun setelahnya. Bagaimana dengan sekolah lain? Tentu lebih parah. Akhirnya aku mengalami dilema antara bertahan di sistem sekolah yang begitu banyak pelajaran yang tak termanfaatkan di masyarakat atau keluar dari sekolah. Guyonan saat itu adalah, banyak ilmu yang kamu pelajari saat sekolah ternyata tak digunakan di dunia kerja. Lalu buat apa susah-susah belajar saat ini? -untuk diajarkan ke siswa sekolah- Kesimpulan ini menguat saat tahun ketiga, yakni banyaknya mahasiswa promotor kampusnya dan guru membahas 'prospek kerja'. Pendapat ini kurevisi beberapa tahun kemudian.
Di paruh pertama tahun kedua SMA, algortima saat AFK yang kugunakan menghasilkan beberapa kesimpulan.
1. Sumber daya alam ini terbatas, tetapi aktivitas dan keinginan manusia terus bertambah. Akhirnya, jangan hidup hanya menghabiskan sumber daya alam kecuali bermanfaat.
2. Setelah melihat langit merah di malamnya pusat Kota Surabaya, aku menyimpulkan bahwa perkembangan teknologi menjauhkan manusia dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Polusi cahaya mengubah bintang-bintang di langit menjadi langit merah yang begitu mengerikan ketika mendung. Padahal bintang adalah tanda-tanda kekuasaan Allah yang begitu menarik untuk dipandang.
Di paruh kedua tahun kedua SMA, algortima saat AFK yang kugunakan menghasilkan beberapa kesimpulan.
1. Setelah menonton film "Blood Diamond", aku mencari kebenaran informasi dari film tersebut. Hasilnya, fenomena tersebut ada di Indonesia, parah dan tidak dipublikasikan oleh media. Akhirnya, aku mengubah orientasi kuliahku dari informatika-elektronika ke teknik lingkungan. Pendapat ini kurevisi belasan bulan kemudian.
2. Seseorang mengklakson kendaraannya untuk kendaraan di depannya dengan alasan terburu adalah salah. Dia seharusnya berangkat lebih awal agar tidak terburu-buru. Klakson sepantasnya digunakan untuk kebutuhan mendesak seperti ada orang yang tiba-tiba memotong jalur atau kendaraan di depan terlalu lama tidak sadar bahwa lampu hijau telah menyala.
3. Satu tahun cukup untuk merusak satu angkatan. Pengaruh gadget membuat pengalaman yang ada dalam Perisai tidak menancap begitu kuat karena hilangnya proses perenungan. Seharusnya pengalaman dari Perisai bisa terngiang-ngiang sampai dalam tidur, gadget mengalihkan perenungan itu.
Tahun ketiga, aku tak begitu ingin mengingatnya.
Revisi:
1. Baik buruknya teknologi tidak bergantung dari seberapa besar perkembangan teknologi, tetapi bergantung dari penemu dan pengguna teknologi. Mindset yang harus diubah dalam pengembangan teknologi adalah teknologi bukan untuk membantu manusia, tetapi teknologi untuk mempermudah manusia memenuhi dua tujuan besarnya: menyembah kepada Allah subahanahu wa ta'ala dan memakmurkan bumi.
2. Dunia sekolah (formal) di Indonesia memang memprihatinkan, tetapi keluar dari sekolah bukanlah pilihan yang tepat apabila tidak menemukan penggantinya. Ilmu-ilmu yang dipelajari di bangku sekolah juga memang sebagian tak bisa diterapkan di masyarakat atau dunia kerja, tetapi sekolah membentuk pola pikir. Bagaimanapun tentu berbeda pola pikir orang yang sekolah dan tidak sekolah.
3. Memori manusia ibarat library dalam programming memang masih relevan. Hanya saja, berusaha memasukan banyak informasi dan menguasai banyak keahlian tidaklah tepat, terlebih lagi untuk saat ini yang informasi begitu deras mengucur. Informasi dan keahlian yang tersebar di masyarakat saat ini bisa dikatakan banyak yang receh.
4. Hidup lebih sulit dari dunia programming, kecuali ada "reset button" untuk melepaskan diri dari ikatan-ikatan aturan, norma, atau kesepakatan dengan orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar