Senin, 09 Oktober 2017

Malu Satu Halaman

Bismillah

Al Quran, mukjizat terhebat sepanjang masa, yang masih eksis hingga 14 abad, dibandingkan dengan mukjizat-mukjizat fenomenal lain. Membelah lautan misalnya, mukjizat Nabi Musa untuk zaman ini akan menjadi berita heboh yang viral di dunia maya. Bayangkan saja, ada seribuan orang dikejar pemerintah, lalu pemimpin "pemberontak" membelah lautan hingga seakan-akan ada dua gunung bersebelahan. Para "pemberontak" berhasil menyeberang, sementara pemerintah tenggelam di antara dua gunung air yang menutup kembali. Atau mungkin berita heboh manusia kebal api, dibakar hidup-hidup dalam api raksasa tanpa ada pakaian anti panas pakaian canggih lainnya.

Semua mukjizat fenomenal tersebut hanya akan eksis pada generasi itu saja, selanjutnya akan menjadi cerita yang diwariskan turun-temurun, tak dapat disaksikan secara langsung hingga berubah menjadi dongeng. Berbeda dengan Al Quran. Mukjizat itu masih utuh, masih bisa disaksikan, masih bisa ditantang kebenarannya. Bahkan Al Quran itu sendiri menantang siapapun untuk menandingi kehebatan mukjizat terhebat sepanjang masa.

Alhamdulillah, aku mengenal kawan yang sedang dalam proses menghafal Al Quran seutuhnya. Dia tidak berada di luar negeri, atau di luar kota, kami sering bertemu di sebuah masjid untuk bersujud pada kiblat yang sama. Aku pun memberanikan diri untuk menyetorkan hafalan. Hari ini, kami pun duduk berdekatan, memegang gadget masing-masing dengan aplikasi Al Quran.

"A'udzubillahi min asysyaithani rrajim... dst."

"Lho, sudah? Tiap hari antum hafalan berapa lembar?"

Blarr, pertanyaan itu seakan menampar pipiku dengan kursi lipat. Aku menjawab ala kadarnya sesuai jumlah yang kutambahkan hari itu: 2 ayat.

"Kapan waktu yang antum gunakan buat hafalan"

Blarr, pertanyaan barusan seakan menampar pipiku kedua kalinya dengan kursi lipat. Pertama dari sebelah kiri, kedua dari sebelah kanan. Aku benar-benar malu. Memang, dibandingkan dengan waktu yang ada, aku tidak menggunakannya untuk menghafal kecuali sedikit. Itu pun tidak tiap hari. Jika keinginan hadir, hafalan bertambah, jika tidak, hanya sebatas mengulang.

"Antum coba tiap habis subuh hafalan satu lembar. Itu waktu yang enak menurut ana. Habis duhur diulang, habis asar diulang, habis magrib diulang, habis isya juga. Insya Allah mudah."

Mendengar saran itu, aku mengangguk-angguk sambil tersenyum malu. Satu halaman perhari mungkin bukanlah perkara ringan. Namun satu halaman seharusnya cukup membuatku malu, betapa lalainya aku terhadap kitabku, perkataan mulia dari Yang Maha Mulia, diturunkan kepada Nabi termulia melalui malaikat paling mulia. Apakah aku bagian dari umat yang mulia?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar