Setelah dua puluh lima hari aku menulis postingan sebelum ini, aku semakin tak berhasil melarikan diri. Hehe, cukup nggak enak dibaca untuk pembuka dari tulisan. Entah, itulah yang baru saja mengalir. Betapa mmm.. Wallahu a'lam. Beberapa hari setelah tulisan itu kubuat, tawaran-tawaran bahkan paksaan untuk mengikuti kegiatan dan kepanitiaan datang. Tiga hal datang sekaligus dan sebagiannya memaksa. Entah mengapa di saat yang lain menolak, aku menerima salah satunya..
Menjadi pribadi yang lebih baik, tentu harapan semua orang yang normal. Tawaran yang kuterima saat itu adalah menjadi SPV pembinaan mahasiswa Muslim ITS-PPNS yang memiliki keluarga dengan keterbatasan finansial. Aku memilihnya karena ada pembinaan di sana, titik beratnya ada pada pembinaan, bukan pada organisasi.
...
Dari hari ke hari, aku semakin suntuk. Ke enam inderaku (+feeling) makin menangkap banyak hal karena banyaknya kegiatan yang kujalani, banyaknya informasi yang kuterima, banyaknya waktu yang harus kuluangkan untuk menyelesaikan masalah. Baru pekan ke empat, aku nggak nyambung sama beberapa mata kuliah. Bahkan sekadar membuka buku mereview kuliah pun kerasa berat. Allahu akbar!
Satu mata kuliah lepas, maksudku aku nggak ngumpulkan tugas lewat jatuh tempo. Waktu itu hari pengumpulan tugas, entah mengapa aku melangkahkan kakiku ke perpus legendaris, perpus MMI. Perpus yang berisikan buku-buku keren dari zaman ejaan lama-stencil sampai ejaan keren-elegan. Dari buku lokal sampai terjemahan. Di perpus itu aku nunggu temanku buat ngerjakan tugas yang harus dikumpulkan hari ini. Eh lha kok ternyata dia ngirim email 3 jam sebelum pengumpulan, "Tugasku udah selesai." ... Ya sudah. Aku membalas percakapan itu seolah-olah akan kukerjakan dengan baik. Kuletakkan HPku, aku lanjutkan buku bacaan di depanku.
Pikiran menyesakkan itu tak bisa lepas dari pikiranku, Aku berusaha ikhlaskan ketidakberdayaanku ngerjakan tugas yang terlampau mepet. Segera kulangkahkan kakiku dari perpus ke salah satu warung nasi favoritku, untuk melepas penat. ...
...
Setelah tempo itu berlalu aku mengevaluasi diri. Apa yang membuatku seperti ini? Ini baru pekan ke empat bro! Wooi.. Aku mencoba melacak ulang what I want di masa lalu. Apa ada hubungannya sama keinginan yang tak terkabul? Hmm, bisa jadi. Kucoba alternatif sebab yang lain. Aku membuat hipotesis, ini ada hubungannya sama kepribadianku yang cenderung introvert - pemikir. Ya, hampir cocok.
Masih inget sama introvert? Pasti pahamlah. Ya, aku merasa 2 tahun terakhir ini terlalu banyak berinteraksi dengan orang lain, terlalu sering aktif, dan terlalu sering muncul di depan layar. Tak masalah kalau ketiga itu berada di lingkungan yang asing. Masalahnya adalah aku berada di lingkungan yang sama dalam jumlah banyak. Padahal, orang-orang introvert perlu waktu "internal" tempat mengolah ide-ide mereka yang tak banyak dipahami orang-orang secara umum. Ini kerasa sewaktu aku jadi komting, 1,3 tahun. Perfomansiku semakin menurun setelah 2/3 tahun berkomting ria.
2/3 tahun pertamaku begitu aktif karena adanya waktu "internal". Waktu internal di sini bukan bertapa di gunung tertinggi atau bersemedi di gua terdalam, tapi bisa juga dalam bentuk ngobrol ke orang dekat karena intinya adalah mengolah ide-ide yang muncul. 2/3 tahun berikutnya aku mengurangi waktu internal karena teman dekatku ini perempuan. Plis lah, hati ini mudah bergejolak, aku masih normal..
Hmm, bisa jadi hipotesisku ini bener. Sekalipun di jurusan aku mulai mengambil jarak, mengurangi percakapan, aku masih bersentuhan dengan orang banyak. JMMI. Ya, di sanalah -entah apa yang telah kulakukan- aku menjadi populer, bahkan jadi ikhwan "terramah" di angkatan 2013. Itu bukan masalah sih, karena ramah nggak berarti harus banyak bicara. Masalahnya adalah aku terlalu aktif di sana dan kehilangan waktu internalku. Pertama, belum usai RDK (Ramadhan di Kampus), aku harus menjadi SC kegiatan penyambuatan mahasiswa baru Muslim. Belum lagi koorku menghilang dan entah mengapa aku inisiatif mengambil alih peran. Kedua, yang barusan saja, aku malah menjadi ketua pelatihan di luar kota. Padahal aku berharap aktif di litbang saja, tim yang bergerak di balik layar memantau banyak kegiatan, sangat sesuai dengan orang introvert pada umumnya.
Allahu akbar. Aku terlanjur masuk dalam sistem. Seharusnya hanya di bidang litbang, ternyata harus aktif di pelatihan karena aku tak memahami kebiasaan yang ada dari tahun ke tahun yang ternyata melibatkan litbang untuk kegiatan pelatihan. Hmm... Kondisi ini harus kuakali. Nggak bagus buat perkembanganku. Mencari waktu internal, gimana caranya?
Jalani dulu yang ada, sembari berikhtiyar mencari waktu internal. Alhamdulillah, Jumat siang aku didatangi salah satu forum diskusi. Aku diberi buku sejarah evolusi intelektual Islam di Indonesia. Sabtu malamnya harus selesai kubaca untuk kubedah di obrolan. Mantab! Di sela-sela kegiatanku, kubaca buku itu seolah-olah tak ada yang terjadi padaku. Halaman demi halaman, lembar demi lembar, aku begitu menikmatinya. Hingga tiba waktu ngobrol, bacaanku tak selesai, baru separuhnya. Tak apalah. Kucoba untuk membedah separuh jalan. Alhasil, aku juga begitu menikmati obrolan itu. Pikiranku menjadi tenang kembali.
"Peristiwa 98 hanyalah salah satu pecahan dari gelas. Kita perlu melihat pecahan-pecahan yang lain supaya bisa mengetahui jelas apa bentuk gelas itu. Jika 1905 adalah dibentuknya SDI, maka 110 tahun sudah sejarah itu berlalu. Jika 1912 adalah dibentuknya Muhammadiyah, maka 103 tahun (106 tahun Hijriyah) sudah sejarah itu berlalu. Jika 1924 (1342H) adalah runtuhnya kekhalifahan Islam, maka tahun kebangkitan itu sebentar lagi."
Kurasa waktu internal itu bernama ilmu, yang tak sekadar ilmu, tapi ilmu yang bisa membentuk peradaban manusia. Aku harus bersabar mencari ilmu sembari menjalani kesibukanku.
Esoknya, aku harus mendatangi pembukaan pembinaan mahasiswa Muslim. Ketika mereka ditanya cita-cita, mereka menjawab, "Saya akan menjadi insinyur yang menguasai persenjataan militer sehingga Umat Islam di dunia ini bisa mandiri." "Saya akan membangun pesantren tahfiz." "Saya akan menjadi pedagang besar supaya Umat Islam mampu keluar dari belenggu ekonomi." Masya Allah, pagi-pagi aku disuguhi makanan luar biasa. Sambil mendengarkan cita-cita mereka, cita-citaku apa ya?
Bisa jadi, cita-citaku mengubah perdesaan berubah seiring jalannya obrolan. Semoga kau tak berlebihan mengkhawatirkanku. Itulah yang terjadi padaku sekarang. Darah keilmuan mengalir ada pada nadiku, darah yang akan terus kuperjuangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar